Pertama gue pengen bilang, bahwa gue ngetik ((calon))
postingan blog gue ini dalam bentuk word document. Kalian tau kenapa? Entah gue
jarang banget tidak mengandalkan hotspot gratis di sekolah untuk internetan. Ya
gue emang udah jarang banget ngisi pulsa modem sekarang. Hha. Wahatever, this
is not important.
Okay,
Beneran gue gak bohong, gue ketik tulisan ini setelah
beberapa jam gue nonton sebuah film karya anak bangsa berjudul 3600 Detik. Pas
di Gramedia sih, gue sama temen-temen berencana buat nonton film Captain
America. Pas udah di eks eks wan, ternyata adanya seat yang tidak sesuai
harapan kita, finally kita mutusin buat nonton film 3600 Detik.
Well, kalo boleh jujur sebenernya gue udah agak kebayang
gitu deh cerita yang akan terjadi di film itu. Ditambah lagi pas di Gramed gue
sempet megang novelnya. Hmm, setelah mbak-mbak twenti wan bilang kalo teater
empat udah dibuka, masuklah kita dengan segala ((sesajen)) yang sudah kita
siapkan.
Jadi gini, sebenernya film ini intinya mengisahkan seorang
gadis bernama Sandra yang dulunya bahagia banget punya keluarga yang harmonis,
sampai pada akhirnya perceraian pun terjadi pada orangtuanya. Dan papahnya
memutuskan pindah ke luar negeri. Sang mamah pun selalu saja sibuk dengan
segudang pekerjaan, sampai-sampai Sandra ini merasa bahwa kedua ortunya udah
gak peduli lagi sama dia. Sampai akhirnya dia jadi anak yang bandel, tukang
mabuk, dandan kayak anak punk gitu, pokoknya cewe nakal gitu deh. Singkat
cerita dia ketemu sama satu cowo kutu buku namanya Leon. Mereka ini sama,
sama-sama gak punya temen karena keanehan mereka satu sama lain. Leon ini
seneng banget bisa ketemu Sandra. Dia berusaha keras buat ngedeketin Sandra
dengan maksud membuat Sandra lebih baik lagi. Sampai akhirnya diujung cerita,
ternyata Leon mengidap penyakit Kanker Darah dari kecil, dan Sandra pun sedih.
Nah, Sandra ternyata punya “wish” untuk menghabiskan 3600 detik bersama Leon di
sebuah area bermain (it’s like Dufan). Mereka seneng-seneng, makan bareng, foto
bareng sampai akhirnya Leon hampir menemui ajalnya di dalem mobil, dan Leon
bilang kalo itu 3600 detik terindah dalam hidupnya dan saat itu juga mereka
saling menyatakan kalo mereka saling sayang. Alhasil, Sandra pun berhasil
menjadi anak yang berprestasi di
sekolah, dan itu dia buktikan demi Leon.
Sebenernya gue pengen sedikit mengkritik film ini. Well, gue
disini mencoba menjadi penonton yang
cerdas. Hha. Maklum semenjak punya banyak temen sineas, gue jadi lebih kritis
saat nonton film di bioskop.
Yang pertama gue suka sama ceritanya, tapi menurut gue di
awal cerita bikin boring dan super bete. Baru di akhir cerita aja agak bikin
geter sedikit. Gue ngerasa cerita
sebagus ini akhirnya jadi kayak ftv anak muda yang gampang banget ditebak. Gue
gatau ini salah ngedirect atau salah dari penulis skenarionya. Dan akhirnya
film ini tuh ngingetin gue sama satu
film berjudul “pupus”. Terus menurut gue dandanan style si Sandra really
overacted. Menurut gue kenakalan si Sandra cukup aja ditunjukin dengan sikap
dan attitude dia. Soalnya gak mungkin banget ada sekolah yang mau nerima siswa
rambut di sambung warna merah, tindikan dimana-mana, rok pendek, terus sepatu
merah. Terlalu dibuat-buat. Terus ada beberapa adegan yang jayus banget, yang
ngebuat si Sandra jadi apa banget di mata penonton kayak gue. Gak inget detail.
Dan yang terakhir yang paling bikin gue mikir, mana ada sih udah sakit kanker
darah gitu tapi dibolehin dokter sama
ortunya buat naik-naik wahana-wahana yang mengerikan gitu. Seharusnya moment 3600
detik itu bisa dikemas dengan lebih manis dan romantis dari mereka. Over all
itu sih. Pokoknya Cuma akhir dari cerita di film ini aja yang cukup bagus
menurut gue.
But, cerita film ini sebenernya bagus banget buat anak-anak
brokenhome. Supaya lebih termotivasi lagi untuk menghadapi segala ujian hidup.
Bahwa, tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya terpuruk dan sedih.
Namun, mungkin perceraian yang bisa membuat keadaan lebih baik. Dan perceraian
bukanlah alasan tidak menyayangi anak, mungkin itu salah satu jalan bahwa
hal-hal yang menyakitkan dalam rumah tangga tidak boleh dipelihara lama-lama
jika sudah tidak bisa dicari jalan keluarnya.
Sebagai brokenhome’s child, gue juga pengen bilang sesuatu
ke kalian yang mungkin juga sama dengan gue dan lagi baca tulisan gue ini,
jangan pernah menganggap bahwa orang tua kita tidak sayang sama kita karena
mereka bercerai. Janganlah merasa tidak ada yang peduli lagi dengan kita, lalu
merusak diri kita sendiri. Justru kita harus buktikan bahwa di saat yang terpuruk
pun kita bisa tetap berprestasi dan tersenyum bahagia untuk kedua orang tua
kita. Berilah mereka kekuatan yang bisa membuat mereka merasa bahwa mereka
memiliki anak yang kuat. Dekatlah dengan Sang Pencipta, yang tak pernah
berhenti memberikan kasih sayangNya kepada kita.
Tangerang, 12 April 2014